iman kristen dan iman kristiani
IMAN KRISTEN DAN NILAI-NILAI
KRISTIANI
Pada
pelajaran ini kita akan membahas nilai-nilai kristiani dari beberapa bagian
Alkitab sebagai bekal untuk bersikap kritis terhadap nilai-nilai universal yang
sudah kita bahas sebelumnya.
Dalam
pelajaran sebelumnya kita sudah membahas bahwa ciri kasih dalam kekristenan
adalah mengasihi tanpa mengharapkan imbalan. Jika kita mengasihi, maka
hendaknya kita mengasihi dengan tulus tanpa mengharapkan balasan, karena Allah
juga mengasihi kita tanpa mengharapkan imbalan.
Berikut
ada beberapa nilai kristiani. Analisislah nilai tersebut dan bandingkan dengan
nilai-nilai universal yang berlaku di dalam masyarakat. Bacalah lebih dahulu
perikop yang sehubungan dengan nilai tersebut.
A.
Pengertian
iman Kristen
Iman
adalah titik kontak pertemuan antara Allah dan manusia. Dalam pendefisiannya
dalam Ibrani 11:1 tertulis: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita
harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Memang agak
sulit untuk menggambarkannya. Tetapi, dari pemaparan tentang tokoh-tokoh iman,
kita bisa melihat apa sesungguhnya iman itu. Iman sejati akan lebih dimengerti
dengan menggambarkan atau melukiskan dari pada mendefinisikan.
Tokoh iman yang diangkat ialah Abraham. Dari pengalaman hidup
dan iman Abraham, kita akan belajar bahwa orang yang beriman akan membuktikan
imannya dari keputusan-keputusan, langkah-langkah atau tindakan-tindakannya.
Ada dua unsur penting yang terkandung dalam iman yaitu
1.
Iman adalah perasaan atau sikap hati yang mau
menerima atau mengiakan sesuatu, sekalipun sesuatu itu tidak atau belum pernah
dilihatnya.
Contoh: Abraham
disebut bapa beriman (bapa orang percaya) karena di sepanjang hidupnya ia
selalu menerima, mengiyakan Tuhan dan keberadaan-Nya dengan melaksanakan
perintah-perintah dan kehendak-Nya (Kejadian 12:4, 15:6).
2.
Iman adalah perasaan atau sikap hati yang
berserah dan minta tolong
Contoh: kalau kita
mempercayakan tugas-tugas tertentu pada orang lain berarti kita menyerahkan
atau meminta tolong kepada orang lain itu untuk melaksanakan tugas-ugas
tersebut, sehingga percaya kepada Tuhan Allah berarti bahwa kita berserah dan
minta tolong kepada Tuha Allah untuk keselamatan bahwa kita berserah dan minta
tolong kepada-Nya untuk keselamatan kita.
Macam-macam
iman
Iman dapat dibedakan dua macam yaitu
iman yang sejati dan iman yang tidak sejati.
1.
Iman yang tidak sejati yaitu iman atau
kepercayaan yang tidak sungguh-sungguh, iman yang tidak teguh dan mudah goyah.
Iman yang tidak sejati dapat dibedakan tiga macam yaitu:
a.
Iman sementara
Iman sementara yaitu iman atau kepercayaan kepada Tuhan
Yesus yang terdapat dalam diri seseorang hanya untuk sementara waktu saja
(Matius 13:5-6, 20-21, Lukas 8:13).
b.
Iman mukjizat
Iman mukjizat yaitu iman atau kepercayaan kepada Tuhan
Yesus yang terdapat dalam diri seseorang hanya karena ada mukjizat, baik karena
seseorang melihat, merasakan atau dipakai oleh Tuhan untuk terjadinya mukjizat.
Iman mukjizat terdapat di dalam kehidupan orang banyak pada waktu Tuhan Yesus
mengajar dan banyak melakukan mukjizat-mukjizat dengan penuh kuasa (Yohanes
6:22-59, Yohanes 4:48)
c.
Iman hikayat atau iman sejarah
Iman hikayat atau iman sejarah yaitu iman atau
kepercayaan hanya karena sejarah-sejarah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi
seperti di dalam Alkitab (Kisah para rasul 26:27-28).
2.
Iman sejati
Yang dimaksud
dengan iman sejati adalah iman atau kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada
Tuhan Yesus sebagai juru selamat. Sungguh-sungguh dalam arti bahwa kapan saja,
di mana saja dan bagaimanapun tetap percaya dan minta pertolongan untuk
keselamatan hidupnya hanya kepada Tuhan Yesus saja (Matius 10:24, Roma
8:35-39).
Ciri-ciri iman
sejati yaitu:
1.
Iman sejati adalah anugerah Allah dalam karya
Roh Kudus (Matius 16:16-17, Yohanes 6:65, Efesus 2:8, I Korintus 12:3).
2.
Iman sejati tidak dapat dilepaskan dari
perbuatan baik (Matius 3:2,8;5:16;7:21, Yohanes 14:12, Efesus 2:10, Yakobus
2:17, II Korintus 5:10, Whyu 2:12).
3.
Iman sejati adalah iman kepada Tritunggal Allah
Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Penggodaan-penggodaan
iman
Di
dunia ini iman dan kepercayaan kita menghadapi godaan yang bermacam-macam, yang
apabila kita tidak mengahdapinya, kita dapat meninggalkan iman kita kepada
Yesus juru selamat. Godaan-godaan yang dapat menghancurkan iman kita misalnya:
1.
Agama dan aliran kepercayaan sesat
2.
Minta tolong kepada arwah leluhur
3.
Minta tolong kepada ciptaan lain,
berhala-berhala
4.
Minta tolong melalui perdukunan, manteraa, sihir
5.
Mencari selamat dengan mengandalkan usaha,
prestasi, jasa, cara perbuatan baik, dan lain sebagainya
Kristen
adalah pengikut Kristus yang percaya pada ajaran, hidup, sengsara, wafat, dan
kebangkitan Yesus Kristus
Iman
Kristen adalah sikap hidup orang Kristen yang hanya percaya dan bergantung
penuh kepada Kristus.
B.
Keunikan
iman Kristen
Salah
satu nilai yang unik dalam iman Kristen adalah “mengasihi musuh” kalau Yesus
meminta kita untuk mengasihi musuh, maka sebenarnya yang Yesus inginkan:
usahakanlah jangan menjadi musuh bagi orang lain dan jangan menganggap orang
lain sebagai musuh. Kita dapat saja marah atau tidak suka dengan perilaku orang
lain, tetapi jangan menjadikan dia musuh; sebaliknya orang itu harus kita
kasihi. Bagaimana cara mengasihi musuh? Ada beberapa cara yang Yesus ajarkan:
Mengasihi dengan tulus. Maksudnya
menerima keberadaan orang tersebut apa adanya, lengkap dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Dengan bersikap demikian, maka kita memperlakukan orang itu sebagaimana
kita memperlakukan diri kita sendiri. Bukankah Allah juga mengasihi kita apa
adanya (Yoh. 3:16), bahkan tidak dibalaskan-Nya kepada kita segala kesalahan
kita (Mzm. 103:10)? Mengasihi dengan tulus berarti kita juga dapat membangun
komunikasi dengannya, sehingga kita bisa memperbaiki dan memperbarui hubungan
dengannya.
Menegur dengan kasih. Di dalam
percakapan Yesus dengan perempuan Samaria (Yoh. 4:1-42), Yesus tidak
marah-marah kepadanya. Yesus tidak membeberkan segala kesalahannya kepada orang
lain, sebaliknya dengan cara yang lemah lembut Yesus menegur kesalahannya di
bawah empat mata sehingga ia tiba pada kesadaran bahwa dirinya berdosa lalu
bertobat (Mat. 18:15). Kalaupun kita menceritakan kesalahan seseorang kepada
orang lain, hendaklah itu didasari oleh keinginan agar orang lain turut menegur
orang itu dengan kasih, bukan agar orang lain turut membenci atau
mempergunjingkan orang yang melakukan kesalahan itu.
Mendoakannya dan tidak membalas. Ketika
Yesus disalib, Ia mendoakan orang-orang yang menyalibkan Dia, “Ya Bapa,
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas
23:34). Allah sendiri telah menetapkan bahwa hak dendam dan pembalasan adalah
hak Tuhan, bukan hak manusia (Ul. 32:35). Oleh karena itu, orang percaya tidak
memiliki hak atas dendam dan pembalasan; itu hak Tuhan.
Tidak menghakimi. Ketika orang banyak
datang membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah kepada Yesus untuk
dihakimi (Yoh. 8:1-11;bnd 4:1-42), Yesus tidak ikut mmebenci dia. Yesus juga tidak
menghukum dia, bahkan berkata kepada orang banyak itu, “Barangsiapa di antara
kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan
itu.”
Ternyata
tidak ada yang melakukannya; itu berarti mereka juga orang berdosa. Maka Yesus berkata kepada perempuan
itu, “di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” perempuan
itu menjawab, “Tidak ada, Tuhan.” lalu kata Yesus, “Akupun tidak menghukum
engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.”
Dengan
bertindak demikian, bukan berarti Yesus setuju dengan perbuatan perempuan
tersebut. Yesus melakukan tindakan demikian untuk menyadarkan masyarakat
tentang betapa mudahnya menilai orang lain sementara bersikap sok suci dan sok
benar. Dengan cara ini Yesus menyadarkan orang banyak itu bahwa mereka pun
adalah orang-orang berdosa. Yesus menyadarkan mereka akan kemunafikan mereka.
Pendekatan Yesus ini ternyata juga menggugah si perempuan itu sehingga ia pun
mengakui kesalahannya.
Mengampuni. Petrus bertanya kepada
Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia
berbuat dosa kepadaku?” Yesus menjawab, “Sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Itu berarti, kita tidak boleh bosan mengampuni. Kita harus terus-menerus
memaafkan dan mengampuni orang yang bersalah kepada kita tanpa batas (Matius
18:21-35).
C.
Bukti
iman Kristen yang Nampak dalam Nilai-nilai kristiani
1.
Rela
berkorban (Yoh. 15:12-13)
Kata “korban” dapat
diartikan sebagai tumbal. Rela berkorban berarti memberikan diri untuk
kepentingan orang lain; dan hanya Yesuslah yang dapat memenuhi panggilan itu
dengan sempurna. pengorbananNya tidak tanggung-tanggung, yaitu menyerahkan
nyawa-Nya untuk keselamatan manusia. Pengorbanan yang biasa-biasa saja,
melainkan pengorbanan yang dijalani melalui penghukuman mati di atas kayu salib
(Flp. 2:5-8; Yoh. 15:11-14).
2.
Setia
(Mat. 25:14-30)
Ketika kita ingin
berhasil dalam mengerjakan suatu usaha yang kia inginkan, maka yang sangat kita
butuhkan adalah kesetiaan untuk mengerjakannya dengan tekun sampai berhasil.
Sikap setia mungkin belum terlihat ketika seseorang memulai suatu upaya.
Kesetiaan seseorang akan tampak di dalam proses menuntaskan upayanya, dari awal
hingga akhir. Demikianlah Tuhan Yesus
setia untuk menyelamatkan manusia (Flp. 2:8). Apakah kita sendiri tergolong orang
yang setia? Ada banyak contoh nyata tentang kesetiaan, misalnya Abraham juga
sangat setia kepada Allah, ketika Allah menguji imannya. Allah menyuruh Abraham
untuk mengorbankan anak tunggalnya, yaitu Ishak; sebagai bukti kesetiaannya
pada perintah Allah.
3.
Takut
akan Tuhan (Mzm. 112:1)
“Berbahagialah
orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya” (Mzm.
112:1). Bila direnungkan sesaat, maka ungkapan ayat ini menjadi pertanyaan bagi
kita. Sebab, bagaimana mungkin orang yang sementara takut pada saat yang sama
dia menjadi bahagia? Alasannya adalah ketakutannya bukan karena ada yang
mengancam, melainkan ketakutan kepada Sang pemberi kebahagiaan kekal itu.
Kemudian kalimat selanjutnya dari ayat itu adalah “yang suka kepada segala perintah-Nya”.
Ini berarti bahwa takut akan Tuhan itu tidak hanya pada perasaan takut, tetapi
takut yang disertai dengan ketaatan dalam perilaku melakukan perintah Tuhan.
orang yang suka melakukan perintah Allah akan menjadi orang yang berhasil dalam
hidupnya (Mzm. 1:1-5).
“Takut akan TUHAN adalah permulaan
pengetahuan,” kata Raja Salomo (Ams. 1:7). Mengapa? Karena Raja Salomo sadar
betul bahwa tanpa rasa takut akan Tuhan, ia adalah seorang raja yang akan
menjadi beban saja bagi bangsanya. Ia akan hidup hanya sekadar menyenangkan
dirinya. Justru karena rasa takut akan Tuhan itulah yang mendorong dia untuk
menggali dan mencari pengetahuan untuk diabdikan kepada rakyat dan bangsanya.
Melalui itu, ia pun dihormati dan disayangi oleh rakyatnya.
Di dalam pengembangan iptek, hal takut
akan Tuhan ini menjadi hal yang sangat penting. Sebab, tanpa ada rasa takut
akan Tuhan pada seorang ilmuwan, maka hasil iptek yang ia kembangkan dapat
menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.
4.
Monogami
(Kej. 2:24-25; Ef. 5:22-33; Mat. 19:1-12)
Yang menjadi dasar
perkawinan dalam keluarga Kristen adalah kasih, sekaligus sebagai perwujudan
dari hubungan Kristus dan jemaat (Ef. 5:22-33). Karena itu, hubungan pasangan
suami istri itu kudus dan tidak boleh dinodai (Kej.2:24-25). Sebagaimana
Kristus adalah satu-satunya mempelai gereja, demikianlah pula dalam keluarga
Kristen seorang suami hanya memiliki pasangan seorang istri (monogamy), atau
sebaliknya (monoandri). Bagi orang Kristen, tidak boleh memiliki dua atau lebih
istri, begitupun suami. Alkitab mengajarkan bahwa tujuan pernikahan adalah
bukan semata-mata kenikmatan, melainkan sebagai ketetapan Allah untuk
meneruskan keturunan dan sebagai wadah mendidik dan membina kesetiaan serta
persekutuan orang percaya.
Namun, Alkitab juga menyaksikan bahwa ada
tokoh-tokoh yang beristri lebih dari satu orang, misalnya Abraham, Yakub, Daud
dan lain-lain. Pertanyaannya, apakah Alkitab membenarkan poligami? Jawabnya,
tidak! Sebab, dari pengalaman tokoh-tokoh Alkitab itu jelas ditunjukkan bahwa
hidup dalam poligami tidak mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Bagaimana
mungkin membangun kesetiaan dan membagi kasih secara sama kepada dua orang yang
berbeda? Bijaksanalah seseorang untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan
materi, kebutuhan psikologis-biologis dan kebutuhan spiritual dari dua orang
yang berbeda? Dalam Kitab Ulangan 17:17 dikatakan bahwa kelak raja Israel,
setibanya di Kanaan, “Juga janganlah mempunyai banyak isteri, supaya hatinya
jangan menyimpang …” karena itu, jawabannya adalah tidak.
5.
Tanpa
pamrih (Luk. 17:7-10)
Tindakan tanpa
pamrih adalah tindakan atau perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang demi
kepentingan orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Tindakan seperti ini tidak
akan dapat dilakukan oleh seseorang, jikalau tidak didasarkan atas kasih Tuhan.
inilah yang kita sebut sebagai kasih agape,
yaitu perbuatan baik tanpa mengharapkan balasan dari orang yang ditolong itu.
6.
Tidak
khawatir (Mat. 6:25-34)
Salah satu ciri
orang yang memiliki iman adalah tidak khawatir, artinya orang yang beriman itu
hidup dalam pengharapan. Dia tidak khawatir tentang kebutuhan-kebutuhannya pada
hari esok, sebab: (1) Allah pasti menyediakan segala kebutuhannya, (2) bahwa
kebutuhan utama adalah kebutuhan rohani, dan bukan kebutuhan jasmani. Mari
belajar dari pengajaran Yesus dalam Matius 6:25-34. Burung-burung yang tidak
menanam dan tidak juga mengumpulkan bekal di lumbung, begitu pula dengan bunga
bakung di padang yang tidak menenun, diberi makan dan didandani Allah; betapa
kita manusia akan senantiasa Ia pelihara. Karena manusia tidak dapat
menambahkan umurnya sehasta pun karena kekhawatirannya, maka manusia haruslah
menyerahkan segala perkara hidupnya kepada Allah dengan mendahulukan
kerajaan-Nya, “Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu” (ay. 32b-33).
Pada usia remaja kita, kekhawatiran itu
selalu saja timbul: kita khawatir tentang ujian yang akan kita hadapi, tentang
teman yang mulai menjauhi kita, tentang pacar, dan lain sebagainya. Rasa
khawatir adalah wajar. Perasaan khawatir menjadi tidak wajar bila perasaan itu
menguasai kita sampai-sampai menghambat kita melaksanakan hal-hal yang lebih
penting bagi hidup kita. Ingatlah, Tuhan akan mengatasi segalanya, dengan
mendahulukan Tuhan, hidup kita aka tenteram. “Percayalah kepada Tuhan dan
lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan bergembiralah
karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepada apa yang diinginkan hatimu.
Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya dan Ia akan
bertindak, “kata pemazmur (Mzm. 37:4-5) dan juga 1 Kor. 7:29-32.
Tentu masih banyak lagi nilai lain, kita
sendiri bisa menuliskan dan belajar untuk mempraktikkan dalam kehidupan kita.
Selanjutnya kita akan melihat beberapa
contoh sikap yang bertentangan dengan nilai kristiani yang diajarkan Alkitab.
Misalnya, iri hati; karena iri hati dan panas hati maka Kain membunuh adiknya,
Habel (Kej. 4:1-11); serakah, seperti yang ditunjukkan oleh sikap dan tindakan
Daud yang menginginkan istri Uria yang bernama Batsyeba dan merebutnya dengan
cara yang sangat tidak terpuji (2 Sam. 11:1-27). Memang Alkitab tidak hanya
menjelaskan nilai kristiani, tetapi juga memaparkan contoh sikap yang
bertentangan dengan nilai kristiani.
Demikian juga dalam kehidupan kita
sehari-hari, sering kali kita melihat penyalahgunaan norma dan nilai dalam
masyarakat bahkan bertentangan dengan nilai kristiani, seperti KKN (korupsi,
kolusi dan nepotisme) yang sering terjadi di negeri kita ini. Banyak orang
Kristen yang karena mengejar kepentingannya sendiri, mengabaikan nilai-nilai
kristiani. Akibatnya, mereka mengorbankan kepentingan dan hidup sesamanya
ketimbang melayani kepentingan dan hidup sesamanya. Ada birokrat, politikus dan
juga warga masyarakat yang melakukan tindakan kolusi dan korupsi yang tidak
terpuji. Karena keserakahan, maka para pelaku bisnis dan birokrat pemerintah
dapat melakukan praktik-praktik monopoli perdagangan. Mereka mengupayakan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tidak
memikirkan kerugian yang menimpa masyarakat luas. Kerugian yang dialami
masyarakat, antara lain: harus membayar suatu produk dagang dengan harga yang
lebih mahal bahkan jauh lebih mahal dari harga yang sewajarnya. Tidak jarang
seseorang menduduki jabatan yang tinggi dan menentukan bukan karena kemampuan
dan dedikasinya, melainkan karena kedekatan hubungan keluarga dengan pejabat
yang menetapkan jabatan di lembaga tersebut (nepotisme).
Komentar
Posting Komentar