bersikap kritis terhadap nilai-nilai universal di dalam masyarakat



BERSIKAP KRITIS TERHADAP NILAI-NILAI UNIVERSAL DI DALAM MASYARAKAT BERDASARKAN NILAI KRISTIANI
A.    Pengertian Bersikap Kritis
            Bersikap kritis artinya bagaimana sikap kita sebagai orang percaya menentukan pilihan yang benar dalam memilih nilai-nilai hidup yang ada dalam masyarakat saat ini yang sesuai dengan nilai-nilai kristiani.
B.     Nilai-Nilai Kristiani Terhadap Nilai-Nilai Universal
            Di dalam pelajaran ini kita akan membahas nilai yang berlaku dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang dianut seseorang, atau kelompok masyarakat yang dijadikan landasan pengarah hidup, alasan dan motivasi hidup. Semua orang memiliki nilai-nilai yang digunakan untuk menilai atau menentukan apakah sesuatu itu dapat dikatakan baik atau buruk. Nilai-nilai biasanya telah terbentuk sejak kecil, yang diperoleh melalui hubungan dengan orang-orang di sekitarnya mulai dari dalam keluarga, sahabat, sampai lingkungan masyarakat. Sehubungan dengan itu sangat penting diperhatikan bagaimana remaja Kristen dibimbing dalam menganut sebuah nilai yang sesuai dengan imannya.
            Di dalam kehidupan sehari-hari nilai dirumuskan dalam bentuk norma yang dijadikan sebagai ukuran, patokan dalam menilai tindakan dan perilaku manusia. Dengan kata lain, norma menjadi syarat untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang. Norma diwujudkan dalam bentuk larangan, keinginan, perintah, celaan, dan sebagainya, yang bertujuan untuk mengatur, menjaga dan memelihara keluhuran nilai yang dianut oleh orang atau masyarakat tersebut.
            Berikut ini ada beberapa contoh nilai dan norma yang berlaku secara universal di dalam masyarakat yang perlu kita sikapi dengan kritis, sesuai dengan iman Kristen, antara lain:
1.      Kekayaan dan kebahagiaan
Pada umumnya orang menganggap kekayaan adalah sumber kebahagiaan. Orang yang tidak kaya tidak akan berbahagia. Karena itu, banyak orang yang berusaha mengejar kekayaan karena mereka mengira setelah kaya mereka akan berbahagia.
      Inilah nilai yang sering kali kita temukan di dunia. Cobalah lihat iklan-iklan di berbagai media massa. Banyak sekali yang mempromosikan barang-barang mewah yang hanya dimiliki oleh orang yang memiliki banyak uang. Tapi benarkah barang-barang mewah dan harta melimpah akan memberikan kebahagiaan kepada  kita? Kenyataannya kita sering mendengar kisah tentang orang-orang yang kaya namun tidak berbahagia. Misalnya, Michael Jakson, penyanyi hebat yang memiliki harta Berlimpah, ternyata dia adalah orang yang sangat kesepian. Bahkan rumah mewah dengan taman bermain yang indah kepunyaannya, “Dreamland”, pun tidak mampu memberikan kebahagiaan baginya.
      Tuhan Yesus pernah dicobai oleh iblis. Iblis membawa-Nya ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku” (Mat. 4:8-9). Namun Tuhan Yesus menolak semuanya. Ia tahu bahwa kekayaan dunia bukan sumber kebahagiaan, dan kalaupun orang ingin memiliki kekayaan, caranya bukanlah dengan menyembah sujud  kepada iblis. Tuhan Yesus berkata, “… di mana hartamu berada, di ditu juga hatimu berada” (Mat. 6:21).
      Apakah ini berarti orang Kristen tidak boleh kaya? Sama sekali tidak! Namun kita harus selalu mengingat bahwa kekayaan adalah anugerah dari Tuhan yang harus kita pergunakan bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga demi kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan sesama kita.
      Jadi, sikap yang harus dimiliki oleh siswa terhadap kekayaan adalah dengan mensyukuri keadaannya saat ini apabila Tuhan menganugerahkan kepada kita kekayaan maka kita mensyukurinya. Kekayaan kita itu kita tidak untuk kita nikmati sendiri tapi kita harus berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Kejar kekayaan dengan cara benar yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
2.      Kedudukan
Di dalam masyarakat, semua orang mempunyai kedudukan. Bedanya, ada yang kedudukannya rendah, ada pula yang kedudukannya tinggi. Yang kedudukannya dianggap rendah biasanya adalah orang yang miskin, kurang berpendidikan, atau orang-orang yang dilahirkan dalam kelas social rendah (Mis. Orang yang berkasta Sudra di India, atau mereka yang bahkan tidak berkasta).
      Di dunia, orang yang berkedudukan tinggi itu dianggap hebat. Mereka selalu dinomorsatukan. Dalam pesta-pesta mereka diberikan tempat yang paling terkemuka. Apabila mereka tidak mendapat perlakuan istimewa seperti ini, ada kalanya mereka tersinggung dan marah.
      Bagaimanakah iman Kristen memandang norma masyarakat yang menganggap kedudukan itu penting? Sudah tentu, kedudukan itu penting dan berharga. Bila seseorang memiliki kedudukan tinggi, ia dapat menciptakan perubahan yang besar di lingkungannya: organisasi, partai, pemerintah, dan lain-lain. Namun kedudukan bukanlah segalanya. Surat Yakobus, misalnya, memperingatkan agar orang Kristen tidak terkesima oeh kedudukan. Sebaliknya, orang miskin pun tidak boleh kita anggap rendah atau remeh karena kemiskinannya.
      Yakobus juga memperingatkan orang yang kaya dan mereka yang berkedudukan tinggi agar tidak mengganggap bahwa semua itu akan membuat ia dihormati secara berlebihan. Ketika ia menganggap dirinya sebagai tamu paling penting di sebuah acara atau pesta, bukan mustahil pada suatu kali ada orang yang lebih tinggi daripadanya sehingga ia justru akan disuruh pindah ke tempat lain. Bukankah hal itu akan membuat ia justru dipermalukan? (Yak. 2:2-5).
      Tuhan Yesus mengingatkan, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba semuanya” (Mrk. 10:42-43).
      Pada kenyataannya, Yesus tidak hanya mengajar tentang merendahkan diri, bahkan juga menjalankannya dalam hidup-Nya. Rasul Paulus dalam Filipi 2:5-11 melukiskan bahwa Tuhan Yesus tidak memperhitugkan kedudukan-Nya yang tinggi penting. Ia bahkan melepaskan semuanya, “mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
      Jadi, sikap yang harus dimiliki remaja Kristen terhadap kedudukan adalah menghargai semua orang yang lebih tua dari kita baik yang kedudukan tinggi ataupun orang kaya dan begitu juga dengan orang yang kedudukannya rendah atau miskin.
3.      Kemasyhuran
Kemasyhuran hampir sama dengan kedudukan. Perbedaannya, orang yang kedudukannya tinggi tidak selalu termasyhur, dan orang yang termasyhur tidak selamanya kedudukannya tinggi. Ada banyak artis, penyanyi, model yang termasyhur karena mereka sering muncul di media massa, namun dari segi pengaruh mungkin tidak begitu besar dampaknya. Namun demikian, banyak orang yang suka mencari kemasyhuran. Mereka senang bila mendapatkan perhatian dari orang banyak.
      Ketika Yesus dicobai, Ia pun ditawarkan kemasyhuran oleh Iblis. Iblis mengajak Yesus ke bubungan Bait Allah di Yerusalem. Iblis menantang Tuhan Yesus, “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu. “Ah, sesungguhnya suatu kesempatan yang sangat hebat. Tuhan Yesus akan segera termasyhur kemana-mana.
      Tuhan justru menolak tantangan dan tawaran itu. Bagi-Nya, hal itu sama saja mencobai Allah. Belakangan, ketika Ia mulai menyembuhkan banyak orang, Ia juga melarang murid-murid-Nya memberitahukan kepada siapapun tentang Dia (Mrk. 8:27-30). Ia tidak ingin orang mengikut Dia hanya karena menyaksikan dan mengalami mukjizat-mukjizat-Nya atau karena kemasyhuran-Nya belaka. Tuhan Yesus tahu bahwa murid-murid-Nya sekalipun. Itulah sebabnya, kemasyhuran bukanlah sesuatu yang penting bagi Yesus. Nilai-nilai Yesus memang radikal dan berlawanan dengan nilai-nilai dunia umumnya.
      Sikap remaja Kristen terhadap kemasyhuran adalah dengan meneladani sikap Tuhan Yesus yang tidak mencari ketenaran demi kepuasan dirinya demikian juga kita sebagai remaja Kristen harus mensyukuri apapun keadaan kita. Apabila Tuhan mengijinkan kita terkenal karena prestasi kita mari kita menggunakannya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan tanpa menyombongkan diri.

4.      Persahabatan
Pada bulan Juni 2008 beredar laporan tentang sebuah kelompok siswa SMU yang menanmkan dirinya “Geng Nero” di Juwana, pati, Jawa Tengah yang menampar, memukuli teman-temannya sebagai syarat untuk bergabung dengan kelompok itu. Digambarkan di situ bahwa orang-orang yang baru bergabung itu diam saja menerima perlakuan seperti itu.
      Itu adalah gambaran yang konkret tentang betapa seorang remaja seperti anda sangat membutuhkan seorang sahabat. Banyak remaja yang merasa frustasi apabila mereka tidak mempunyai sahabat. Namun, apa artinya menjadi sahabat? Apa arti sebuah persahabatan?
      Aristoteles (384-322 SM), filsuf terkenal dari Atena, mendefinisikan persahabatan sebagai satu jiwa yang tinggal di dalam dua tubuh. Suatu gambaran yang sangat indah, bukan? Aristoteles juga mengatakan bahwa mencari sahabat itu mudah, namun membangun persahabatan membutuhkan upaya yang sangat berat.
      Nilai persahabatan yang umumnya berlaku di dunia adalah kesetiakawanan. Seorang sahabat biasanya dituntut untuk siap menolong dana membela sahabatnya yang menghadapi masalah. Itulah artinya “setia kepada kawan”.
      Dalam praktiknya, setia kawan sering keliru diterjemahkan. Di beberapa tempat di Indonesia, tawuran (perkelahian beramai-ramai di jalan-jalan) sering dianggap sebagai wujud solidaritas untuk membela nama kelompok, desa, sekolah, skorps dan kesatuan atau membela seorang teman yang dipukul oleh seseorang dari kelompok lain. Bukannya menyelesaikannya melalui jalur hukum, orang-orang ini malah turun ke jalan, saling melempar batu atau benda-benda lainnya, melakukan tawuran untuk menunjukkan kesediaan mereka membela temannya.
      Persahabatan juga sering digunakan untuk menjerumuskan teman ke dalam kehancuran. Misalnya, seseorang yang mengajak temannya untuk mencoba-coba menggunakan narkoba. Atau seseorang yang mengajak temannya untuk melacur atau menjual diri.
      Kembali pada definisi Aristoteles, bila persahabatan itu benar-benar merupakan satu jiwa yang tinggal di dalam dua tubuh, maka seorang sahabat sejati tentu tidak akan rela menjerumuskan temannya.
      Di dalam Alkitab, Tuhan Yesus melangkah lebih jauh daripada sekedar bersikap solider dengan teman. Rasul Paulus mengatakan, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar – tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:6-8).
      Paulus melukiskan bahwa Yesus bersedia mati bukan untuk membela orang-orang yang benar, tetapi untuk orang yang bersalah dan durhaka seperti kita semua. Inilah wujud persahabatan yang tedalam, yaitu kasih agape, kasih tanpa pamrih, kasih yang bersedia berkorban demi kebaikan orang yang dikasihi, meskipun orang itu sesungguhnya  tidak layak menerimanya.
      Berdasarkan teladan Yesus Kristus, kita pun dipanggil untuk mewujudkan nilai persahabatan seperti ini: menolong dan mengasihi teman-teman kita, bahkan juga berpihak kepada mereka yang lemah dan yang sesungguhnya tidak layak menerima kepedulian dan kasih kita. Keteladanan Yesus Kristus mestinya memberikan kita kekuatan untuk melaksanakannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian nilai kristiani

memilih yang benar dari tokoh Alkitab

bahan mengajar PAK SMA kelas XI TENTANG BERCERMIN DIRI